Minggu, 20 Februari 2011

Candrika, Nursita, Shafira, dan Superman Part. 1




Saat itu Maret 2007, Candrika (a.k.a Dini), Nursita (saya), dan Shafira (a.k.a. Ipil), siswi kelas X , yang mana baru beberapa bulan menimba ilmu di penjara suci a.k.a. MAN Insan Cendekia Serpong. Wajarlah kalau ingin memanfaatkan segala kesempatan untuk izin khusus keluar asrama, apalagi di hari sekolah (bukan hari Minggu), kalau ngga salah waktu itu hari Jumat. Alasan yang kita lontarkan saat itu adalah ‘ingin cek panggung dan membeli kaos kaki bewarna hitam untuk persiapan lomba Tari Saman ALSEACE’ (kompetisi tersebut dilaksanakan hari Sabtu, keesokan harinya). Dengan penuh keyakinan, sedikit berkerling ke Bu Evi, menyodorkan kartu bewarna hijau muda, akhirnya dapatlah tanda tangan dari pembina asrama dan stempel asrama (yang ini stempel asli, bukan imitasi yang dibuat di bilangan Pasar Minggu), dan kita bertiga langsung berganti baju ke asrama dengan muka sumringah dan berkata dalam hati ‘Yes, jalan-jalan!’.
Perjalanan pun dimulai, melewati pos satpam, meletakkan kartu izin khusus di pak satpam, dan melangkah menjauh meniggalkan komplek ‘penjara suci’ tersebut. Senyum semakin merekah seiring dengan langkah-langkah menuju perbatasan Jalan Cendekia dengan jalan raya. Semakin dekat dengan jalan raya dan kebebasan, sudah ada angkot yang menunggu kami di ujung jalan, kami pun semakin semangat menuju angkot tersebut. Saat masuk, angkot lumayan ramai dan ternyata ada orang yang kita kenal, sebut saja CKSSI (Cowok Koordinator Senbud Saat Itu) yang sepertinya sedang inkus (izin khusus) untuk melaksanakan salah satu proker senbud yang kemudian tahun depannya direduksi dari seminggu sekali menjadi sebulan sekali, yaitu semedi.
Angkot terus melaju, penumpang makin banyak yang turun. Emang dasarnya saya anaknya parnoan, saya merasa agak takut dengan angkot yang semakin sepi. Tapi yaudahlah yaa, toh ada Dini dan Ipil ini, ditambah ada CKSSI yang cukup tampan dan membuat saya merasa lebih aman saat itu, ehe ehe. Namun, sifat parnoan itu kembali menggebu-gebu saat saya menyadari di dalam angkot tinggal saya, Dini, Ipil, CKSSI, supir angkot, dan seorang pria yang agak mirip Bang Napi. Miripnya bukan karna pakai topeng setengah muka, tapi rambutnya panjang dengan tekstur seperti kawat (kayaknya udah ngga sisiran sebulan lebih), tanpa alas kaki, baju agak robek-robek, dan tangan bersimbah darah (ngga terlalu parah sih darahnya, tetapi ya cukup membuat parno lah) dan dia duduk di sebelah saya. Saya tentu saja tidak berani melihat langsung ke arah orang tersebut, saya mencoba memperhatikan pria tersebut lewat kaca spion tengah mobil. Dan saat saya melihat ke arah kaca spion, saya menemukan si supir angkot juga sering melihat ke kaca spion, entah ke arah saya atau pria tersebut, yang jelas beberapa kali terjadi pertemuan pandang antara saya dan supir angkot di kaca spion. Saya mulai merasa panik dan kepanikan tersebut bertambah saat ternyata si CKSSI berkata ‘kiri, Bang!’ , berkurang satu ‘seseorang’ yang membuat saya merasa aman.


Candrika, Nursita, Shafira, dan Superman Part.2

CKSSI sudah membayar angkot, saya, Dini, dan Ipil saling memandang yang masing-masing sedang konflik batin, turun atau ngga. Kalau turun, tempat tujuannya (BSD Junction) masih lumayan jauh, tapi kalau ngga turun kita ngga tau kita masih hidup atau ngga satu, dua, atau tiga jam lagi. Sampai akhirnya saya melihat ke arah CKSSI dan memberikan isyarat agar cepat-cepat turun.
Saya langsung turun dan kemudian diikuti oleh Dini dan Ipil. Sialnya, diantara dari kami tidak ada satupun yang membawa uang receh, masing-masing hanya bermodal uang 50ribuan rupiah, dan saat saya ulurkan lembaran tersebut kea rah supir angkot, supir angkot menolak. Paniklah kita bertiga.
Dengan sangat heroik, melihat ketiga adik kelasnya yang sedang galau, CKSSI mengeluarkan selembar 5ribuan dan selembar seribuan yang kemudian diberikan ke abang angkot dan angkot pun melaju meninggalkan keempat anak madrasah di tengah jalan.
Tak lama CKSSI pun bersuara (kira-kira seperti ini), “Gila serem banget itu tadi orang di angkot. Mana supirnya ngeliat ke kaca spion mulu. Gimana ngga takut gue”.
Saya yang masih semi-panik hanya bisa menjawab, “Iya, serem banget”.
Kemudian CKSSI bertanya tujuan kami dan akhirnya kita berempat naik angkot lagi menuju BSD Junction. Sesampainya di depan BSD Junction, kami turun, dan lagi-lagi ongkos angkot dibayarin sama CKSSI. Disitulah sampai akhirnya kami bertiga berpisah dengan CKSSI yang mengucapkan, “Hati-hati ya” sebelum berpisah.

Semenjak saat itu, saya, Dini, dan Ipil menobatkan CKSSI adalah Superman.

Ditambah lagi dia suka memakai headset saat di sekolah dan kami menganggap itu adalah alat pendengaran yang ia gunakan kalau-kalau ada yang membutuhkan pertolongan.

Dan saking euphoria nemu Superman, Dini sampai mengganti background profil Friendster-nya dengan gambar komik Superman.

3 komentar:

  1. oooo pantesan magnet edisi 7 covernya superman

    BalasHapus
  2. ka affan, caaa. hahaha gw msh inget banget nih euphoria lo lo pada waktu baru selesai kejadiannya.

    BalasHapus