Sabtu, 12 Februari 2011

Tak Tok Tak Tok


Konon, di kelas X-3 ada seorang bernama Dhany. Hanya dilatarbelakangi oleh sekolah asalnya yang berasal dari SMP Islam swasta, siswa kelas bilingual ini merasa cukup percaya diri sepenuhnya akan kemampuan akademisnya dalam pelajaran Bahasa Arab (ini sungguhan).
Suatu hari, di saat panasnya sinar matahari mengompori dinginnya, siswa-siswi kelas X-3 yang biasa disebut Visaga Nautica itu sedang belajar Bahasa Arab, termasuk Dhany. Pelajaran pada siang itu dipimpin oleh Syekh Syahata Said dan Pak Bahrul Ulum sebagai asistennya, seperti biasa. Syekh Syahata Said ini tidak bisa berbicara dalam Bahasa Indonesia, malah menurut desas-desus yang beredar guru Bahasa Arab asal Mesir tersebut fasih dalam Bahasa Thailand. Tugas Pak Bahrul disini ialah menerjemahkan dan membantu siswa-siswi dalam memahami Bahasa Arab saat dipimpin oleh Syekh.
“Tak Tok Tak Tok..” suara seorang siswa mulai terdengar dari salah satu sudut kelas.
“Tolong jangan ribut ya, nak!” seperti biasa, Pak Bahrul menasehati siswanya dengan suaranya yang amat-sangat halus itu.
Puluhan menit pun terlewati dan..
“TAK TOK TAK TOK TAK TOK TAK TOK TAK TOK TAK TOK..” suara yang beberapa menit yang lalu terdengar muncul lagi. Bedanya: sekarang lebih keras, dan lebih banyak.
“ATYANTA!” teriak Pak Bahrul memanggil nama depan Dhany. Bahkan teriakkannya pun tidak sekeras suara ‘Tak Tok’ barusan.
“Ya pak?” Dhany tercengang tanpa dosa. Kelas menjadi sepi. Eh salah, kelas tetap sepi. Setiap pelajaran Bahasa Arab dengan Syekh kelas memang selalu sepi (atau harus sepi?).
Dengan cepat guru Bahasa Arab berkacamata tersebut memanggil tersangka (baca: Dhany) keluar kelas. Raut muka Dhany yang tadinya selow berubah menjadi raut muka yang menjelaskan perasaan kebingungan campur melas.
“Kamu belajar di perpus aja ya?” Pak Bahrul bukannya menyuruh Dhany, tetapi malah bertanya pada Dhany.
“Ya gak apa-apa sih pak..” jawab Dhany dengan cepat, karena bersemangat sekali untuk menghabiskan sisa waktu pelajaran Bahasa Arab di perpustakaan.
“Untuk kali ini, saya masih beri kamu toleransi. Kalo di perpus nanti kamu nggak bisa ikut pelajaran..”
“Beneran pak?” Dhany berharap agar dirinya tetap dikeluarkan dan melanjutkan ‘belajar’ di perpustakaan saja.
“Ayo kamu masuk, belajar lagi di kelas. Sekali lagi berisik, kamu nggak boleh ikut TB..” ancaman kedua ini membuat dirinya tak berdaya.
“Gak apa-apa pak? Nanti saya berisik lagi..” disaat itu juga, tersangka 100% sadar bahwa ini adalah kalimat yang sangat bodoh untuk di tanyakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar